Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benteng Amsterdam, Si Buta dan Keganasan Tsunami

Kompas.com - 02/10/2012, 09:30 WIB
Ary Wibowo

Penulis

KOMPAS.com — Senja mulai menyingsing di langit Kota Ambon, Maluku. Tepat di pinggir kota berpenduduk sekitar 51.000 jiwa itu, sebuah benteng berdiri megah. Semilir angin perairan Maluku membuat benteng itu tampak tenang dan membisu. Hanya ada desiran air laut dan kicauan burung walet hitam yang seakan menyapa warisan sejarah yang kini telah berubah nama menjadi Benteng Amsterdam.

Tepatnya pada Juli 1512, benteng itu kali pertama berdiri di atas permukaan bumi Nusantara dengan nama Castel Vanveree. Benteng ini lahir atas buah pemikiran Portugis yang berkeinginan menyiapkan tempat untuk menyimpan pala dan cengkih hasil perdagangan rempah-rempah.

Seiring perjalanan waktu, rakyat Maluku merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya memperoleh keuntungan dari perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Walhasil, pergolakan diiringi perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis pun terjadi hingga akhir abad ke-16. Hal itu kemudian dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan riwayatnya di Maluku.

Ketika perdagangan rempah-rempah menjadi komoditas utama di Nusantara dan juga dengan berdirinya Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), Belanda akhirnya mengubah loji Portugis itu menjadi sebuah benteng pada awal abad ke-17. Benteng berukuran sekitar 40 x 50 meter itu dibangun sebagai basis pertahanan menghadapi kapal-kapal asing yang menyerang di perairan Maluku.

Buta

Benteng Amsterdam juga pernah menjadi saksi bisu perjalanan seorang naturalis asal Jerman, Georg Everhard Rumphius. Menurut catatan sejarah, ketertarikan Rumphius bertualang mengelilingi dunia Timur membuat kehidupannya berubah. Takdir pun akhirnya menjadikannya mendarat ke Pulau Ambon pada November 1663 saat berstatus sebagai pegawai di East Indies Company (EIC) milik Inggris.

Ketika itu Rumphius mulai mempelajari dan meneliti flora dan fauna di Ambon yang dilakukannya selama bertahun-tahun. Ia sempat tinggal di Benteng Amsterdam. Kemudian, ia menikahi gadis Ambon, dan hidup bahagia di Hitu, sebuah daerah di pesisir utara jazirah Leihitu. Keluarga itu selalu mendukung Rumphius untuk menyelesaikan karyanya.

Namun, perjalanan kehidupan Rumphius bukan tanpa hambatan. Ia harus menerima kenyataan pahit karena sejumlah karyanya hilang akibat kebakaran besar yang terjadi di Ambon pada 11 Januari 1670. Bahkan, penglihatan Rumphius harus lenyap karena sebuah penyakit mata yang tidak bisa disembuhkan pada tahun yang sama.

Akan tetapi, di tengah kebutaannya, Rumphius tak menyerah untuk menyelesaikan penelitian, membukukan semua keindahan flora dan fauna Nusantara. Lebih kurang selama 20 tahun, akhirnya ia menyelesaikan 12 jilid karyanya, yang berisikan sejumlah fakta penting untuk mengisi kekosongan dalam sejarah Ambon dan kepulauan sekitarnya pada abad ke-17.

Hasil karya Rumphius itu baru diterbitkan setelah ia meninggal dunia pada 1702. Beberapa karya yang terkenal itu antara lain D'Ambonsche Rariteirkamer (1705), dan dua jilid pertama dari Herbarium Amboinese atau Het Amboinsche Kruidboek yang terdiri dari enam jilid yang dicetak pada 1742 dan jilid terakhir pada 1750.

Tsunami

Dalam salah satu karyanya, Rumphius pernah mengisahkan bahwa Ambon dan pulau sekitarnya sempat mengalami bencana tsunami terbesar dalam sejarah perjalanan Nusantara pada 1674. Tsunami itu meluluhlantahkkan setidaknya 11 desa di Pulau Ambon dan Seram. Sebanyak 2.322 orang tewas, termasuk juga istri Rumphius dan salah satu anak perempuannya.

Menurut catatan Rumphius, Desa Hila yang berdekatan dengan Hitu merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana alam tersebut. Di Hila, tempat Benteng Amsterdam berdiri, tercatat sekitar 1.461 orang tewas oleh gelombang tsunami yang mengakibatkan air laut naik setinggi tiga meter. Sementara itu, di Hitu, sebanyak 36 orang menjadi korban keganasan bencana alam itu.

Sejumlah bencana itu memang membuat kehidupan Rumphius semakin penuh keprihatinan. Bahkan, ia pun tidak melihat satu bukunya terbit karena lebih dulu meninggal. Belum lagi dengan adanya kemunculan Carolus Linnaeus, seorang ahli biologi Swedia, yang menjadi terkenal karena menerbitkan karya Systema Naturae, mengenai pengenalan sistem penamaan binomial pada 1740.

Padahal, sistem penamaan binomial itu diyakini kali pertama ditemukan Rumphius. Maklum saja, sejumlah karya Rumphius sebelumnya dikirimkan kepada Gubernur Jenderal VOC Johannes Camphyus di Batavia. Akan tetapi, karya itu tidak dipublikasikan selama puluhan tahun karena ada ketakutan, buku itu akan menguntungkan para pesaing VOC jika disebar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dekat Malioboro, Personel Layanan Shower and Locker Bakal Ditambah Saat Long Weekend

Dekat Malioboro, Personel Layanan Shower and Locker Bakal Ditambah Saat Long Weekend

Travel Update
Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Hotel Story
3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

Travel Tips
Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Jalan Jalan
Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Travel Update
5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

Jalan Jalan
Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Travel Update
5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

Travel Tips
Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Jalan Jalan
Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Travel Update
Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Jalan Jalan
Nekat Sulut 'Flare' atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Nekat Sulut "Flare" atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Travel Update
Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Travel Update
Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com